Minggu, Agustus 31, 2008

filosofi tabuh dan tari




(ernut's post)
Pada weekend kali ini, kita berkesempatan menikmati suguhan gelar tabuh dan tari Bali di kantor papi dalam rangka memperingati hari Kemerdekaan RI ke 63.
Gamelan Bali, ternyata setelah didengarkan pesan-pesannya mengandung filosofi yang tinggi. Dari cara menabuhnya saja, penabuh perlu ketrampilan khusus, yaitu setiap kali tangan kanan menabuh suatu perangkat maka harus segera "ditutup" yaitu memegang perangkat itu segera dengan tangan kiri sehingga suara yang dihasilkan tidak menjadi mendengung. Semakin tangan kanan cepat menabuh, semakin tangan kiri cepat pula menutup. Perlu keseimbangan dan kecepatan.
Juga antar penabuh punya tugas dan tanggung jawab sendiri-sendiri. Ada yang bertugas sebagai pemimpin (pemimpinnya tidak hanya memberi aba-aba sebagaimana dirigen pada paduan suara, tetapi ikut juga menabuh...yang diartikan bahwa seorang pemimpin yang baik tidak hanya memerintah tetapi juga memberikan contoh!), ada yang bertugas sebagai pengatur kecepatan dll...juga ada yang dibunyikannya tepat setelah tabuhan lain dibunyikan. Pokoknya...selain harus terampil memainkan alat gamelan yang menjadi bagiannya, penabuh juga harus mampu mendengar tabuhan penabuh lain, menyesuaikan ketukannya, mengimbangi kecepatannya sehigga dapat menciptakan bunyi yang utuh, harmonis dan enak didengar. Filosofi demikian sama saja jika diterapkan dalam unit kerja, jadi dalam bekerja selain kita trampil mengerjakan pekerjaan sendiri, kita juga harus punya sensivitas terhadap pekerjaan lain, apakah kita terlalu lambat atau terlalu cepat dari yang lain? nah, sesuaikan.
Begitulah yang disampaikan Pak Permana Agung Darojadun, sang pemimpin sanggar.



Tidak ada komentar: