Selasa, Juni 03, 2008

BANDUNG TO BANDUNG


(Ika's post, permisi...numpang beken ya Yik 'n Na)

Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung, demikian pepatah yang sering kita dengar. Maknanya mungkin begini, kita harus mempelajari adat istiadat, bahasa dan lainnya di tempat dimana kita berada. Banyak benarnya sih nasehat tersebut, rasanya kita perlu mencoba menerapkan pepatah tersebut biar tidak mengalami kejadian-kejadian seperti yang pernah saya alami.

Sebagai contoh saat sedang asik duduk di depan rumah bersama anak-naka (beberapa bulan setelah kami pindah ke Bandung), salah seorang tetangga menghampiri saya sambil berkata “ Bu Budi .. aliran ya?”. “Aliran apa ya , maaf saya Islam” jawab saya. Eh tetangga saya tersebut langsung tertawa terbahak-bahak, setelah dijelaskan baru tahu saya bahwa yang dimaksud aliran itu adalah mati listrik.

Contoh lain, ketika pedagang buah yang biasanya menawarkan dagangannya di kator datang, saya menanyakan “ Mang bawa buah apa ?”. Jawabannya “hari ini saya tidak bawa buah bu”. “Lho bagaimana sih kamu … pedagang buah kok tidak bawa buah, terus kamu bawa apa dong” tanya saya sambil melotot karena kesal. “Saya bawa jeruk, semangka dan pisang bu” katanya dengan polos. Baru saya tahu ternyata di Bandung buah itu arum manis, manalagi, mangga gedong dan teman-temannya, jadi selain mangga tidak termasuk golongan buah.

Saya juga pernah melonggo ketika mendengar pembicaraan mbak Anna (teman kantor) dengan pembantunya via telepon, gini nih hasil nguping “Ila nanti jam 10 nasinya dijahit ya” kata mbak Anna. Saya binggung bagaimana caranya menjahit nasi, tahu gak Na n Yik apa artinya dijahit yaitu …. diangkat dari kompor. Cerita lain sewaktu saya mengunjungi salah seorang teman (teman nongkrong di SD Wibi), eh jauh-jauh ternyata dia sedang tidak ada di rumah. Informasi dari tetangga sebelahnya dia sedang ke depan. Saya pikir wah paling ke warung depan dekat rumahnya, jadi saya tunggu saja. Tunggu punya tunggu sudah 30 menit lebih kok belum nonggol juga. Tak lama kemudian tetangganya tadi melihat saya sambil berkata “eh neng …. menunggu ya, mungkin lama neng… karena tadi sih bilangnya pergi ke Pasar Baru “. Walah …. Tahu begini manalah saya menunggu 30 menit lebih dengan sia-sia, wong jarak rumahnya ke Pasar Baru kurang lebih sama dengan rumah Erna di Manahan ke kampus kita. Buat orang Bandung pergi keluar rumah itu bilangnya ke depan, entah cuma 100 meter atau 100 km.

Ada lagi pelajaran yang berharga tertutama buat mas Budi yang blas ora gelem belajar bahasa Sunda. Suatu hari saya dan mas Budi menuju kesuatu tempat, ketika melewati jalan yang pas banget buat 2 mobil, mas Budi berhenti untuk memberi jalan mobil yang berpapasan karena yang bawa seorang wanita. Si ibu tadi sepertinya ragu-ragu mungkin takut tergores, malah ngomong sesuatu pakai bahasa sunda (maksudnya minta suamiku jalan duluan). Eh mas Budinya malah bilang “ ayo bu terus terus…. Jauh jauh”. Tanpa disangka dan dinyana Ibu tadi malah teriak “torek maneh…”. Wah saya langsung ngomel “aduh cantik-cantik mana berkerudung lagi kok mulutnya jelek banget ya”. Mas Budi tanya “memang ibu tadi ngomong apa ? ”. “Ibu itu bilang mas Budi budeg, itu bahasa sunda kasar” jawab saya. “huh… tahu gitu aku mepetin mobilnya” kata mas Budi sambil memukul setir. “Tuh kan …. Penting lho belajar bahasa sunda karena kita tinggal di Bandung” lanjut saya.

Tidak ada komentar: